Dari 739 laporan sepanjang Januari-November 2017, di antaranya ada 594 laporan tindak pidana berkaitan dengan masalah fidusia yang ditangani oleh Polda Metro Jaya. Namun hanya separuh laporan yang bisa diproses oleh pihak kepolisian.
“Kenapa, karena separuhnya lagi yang membuat laporan itu adalah yang tidak memiliki legal standing sebagai pelapor,” kata Kasubdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Antonius Agus kepada detikcom saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan sebuah benda bergerak yang hak kepemilikannya masih dalam kekuasaan pemilik benda tersebut. Misalnya, seseorang yang mengkredit motor, motor tersebut milik perusahaan leasing akan tetapi hak miliknya dialihkan kepada debitur.Agus mengatakan pelapor tersebut tidak memiliki legal standing karena salah satunya mengalami kredit macet. Selain itu, ada yang membuat laporan di kepolisian guna menghindari tanggung jawabnya dalam membayar cicilan kepada pihak leasing (jasa pembiayaan).
“Ada pelapor yang setelah kita periksa ternyata dia adalah debitur yang nunggak sampai berbulan-bulan. Kemudian dia juga memindahtangankan atau menggadaikan atau menjual mobil kredit kepada pihak ketiga. Ini yang tidak bisa diproses,” papar AgusHal-hal seperti itu legal standing-nya tidak kuat, sehingga tidak dapat kami proses lebih lanjut,” tambah Agus.
Ketentuan pidana soal ini diatur di UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Ada ancaman hukuman pidana maksimal 2 tahun penjara dan denda maskimal Rp 50 juta.
Pasal 23 ayat 2 UU Fidusia berbunyi: “Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.”
Pasal 36 UU Fidusia berbunyi:
“Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 50.000.000 (lima puluh juta) rupiah.”
“Tetapi selama debitur membayar cicilan dengan lancar, kemudian karena misalnya–mobilnya dibawa kabur oleh driver-nya–dia bisa membuat laporan,” lanjut Agus.
Dari 594 laporan berkaitan dengan fidusia ini, 506 kasus di antaranya terkait tindak pidana penipuan dan atau penggelapan, dan 88 kasus lainnya terkait penadahan (pihak ketiga yang menerima/membeli kendaraan berstatus kredit dari debitur).
“Untuk penadahan ini ada yang tertangkap ketika polisi melakukan undercover buy sehingga kami buatkan LP model A. Ada juga yang memang sengaja kredit kendaraan dengan mengajukan aplikasi dengan menggunakan identitas orang lain, kemudian setelah kredit itu disetujui, kendaraannya dijual atau digadaikan lagi ke pihak lain,” urainya.
Dengan adanya UU Jaminan Fidusia ini, diharapkan debitur dan kreditur memahami hak dan kewajibannya. Debitur harus patuh hukum, artinya tidak boleh memindahtangankan kendaraan bermotornya selama memiliki jaminan fidusia.
Sementara kreditur–yang menggunakan tenaga jasa penahihan–juga tidak dapat mengeksekusi kendaraan bermotor di jalan jika tidak mengantongi sertifikat fidusia dan surat kuasa dari jasa pembiayaan. Proses eksekusi dapat dilakukan setelah jasa pembiayaan memberikan somasi/peringatan (SP) pertama sampai ketiga kepada debitur.
from Berita Polisi http://ift.tt/2zZ6XJc
via IFTTT
0 Comments