Kisah hidup Tasripin (12), warga Dusun Pesawahan Desa Gununglurah, Cilongok Banyumas yang harus menjadi tulang punggung bagi ketiga adik belianya, 2013 silam sempat ramai dibahas.
Kisah hidupnya yang menyedihkan kala itu bahkan memantik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk sedikit mengubah nasib empat bocah malang itu.
Lama tak terdengar kabarnya, Tasripin kini sudah menginjak usia remaja, 17 tahun.
Ia bahkan telah mengantongi hak suara untuk memilih Kepala Daerah pada Pilkada 2018 mendatang.
Di usianya yang remaja, Tasripin ternyata masih duduk di bangku kelas 8 Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau setingkat SMP.
Tasripin terlambat melanjutkan pendidikannya karena sempat putus sekolah demi mengurus adik-adiknya dulu.
Meski sempat mandek sekolah beberapa tahun, semangat Tasripin untuk mengejar pendidikan tak pernah padam. Keberadaan MTs Pakis yang dibangun sederhana di pinggir hutan desanya jadi tempat menuntut ilmu dan mengejar impian.
Terlebih, sekolah yang didirikan oleh para pegiat pendidikan di Banyumas itu tidak memungut biaya sepeserpun terhadap siswanya. Anak tak beruntung seperti Tasripin tentu enggan menyiakan kesempatan itu.
Sesuram apapun kehidupannya saat ini, Tasripin harus tetap sekolah. Dengan begitu, ada harapan bagi dia untuk menatap masa depan lebih cerah.
Keputusannya untuk bersekolah membuat tanggung jawabnya semakin berat. Ia harus pandai membagi waktu antara belajar di sekolah, mengasuh ketiga adiknya, mengurus rumah tangga, dan mencari nafkah.
Usai kisahnya diangkat media massa tahun 2013 silam, keluarga Tasripin sempat jadi pusat perhatian, termasuk presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kala itu turun tangan membantu meringankan beban keluarga itu.
Kebahagiaan Tasripin dan ketiga adiknya bertambah utuh setelah ayahnya yang lama merantau ke Kalimantan kembali pulang ke pelukan mereka.
Namun perhatian silih berganti itu hanya berlangsung sekejab. Anak itu seakan hanya menikmati kado indah sesaat. Setelahnya, Tasripin dan ketiga adiknya kembali harus menjalani kehidupannya yang berat. Ayahnya menikah lagi dan meninggalkan rumah untuk tinggal bersama istri barunya.
Tasripin kembali harus melewati hari-harinya yang berat karena harus mengasuh tiga adiknya seorang diri. Namun bukan Tasripin jika tantangan hidup seberat itu tak mampu ditaklukannya. Dia telah tumbuh menjadi anak kuat karena terbiasa memikul beban hidup yang berat.
Tasripin sejak kecil telah menjadi kakak sekaligus orang tua bagi adik-adiknya yang masih belia. Tak ayal, pikiran dan tindakannya terlihat lebih dewasa di banding remaja sepantarannya.
Jiwa ‘pamomong’ Tasripin bahkan terbawa dalam pergaulannya di sekolah. Ia jadi panutan bagi teman-temannya yang terbiasa menginduk padanya dalam berbagai urusan.
“Tasripin itu bisa ‘ngemong’ teman-temannya, punya rasa sayang dan jadi panutan. Mungkin karena terbiasa mengasuh adik-adiknya,”kata Isrodin, Kepala Sekolah MTs Pakis
Meski terlihat paling bongsor serta lebih tua di antara temannya, Tasripin tak lantas merasa berkuasa. Ia bahkan terbilang siswa paling rajin di antara lainnya.
Tasripin biasa berangkat sekolah lebih pagi untuk membersihkan dan merapikan kelas sebelum pembelajaran dimulai. Sementara ia memilih pulang lebih sore untuk membantu menyelesaikan pekerjaan sekolah yang belum tuntas.
Seakan tidak ada waktu sia-sia bagi Tasripin. Saat jam istirahat, ia rajin membaca buku untuk mematangkan pengetahuannya.
Meski terlihat paling bongsor serta lebih tua di antara temannya, Tasripin tak lantas merasa berkuasa. Ia bahkan terbilang siswa paling rajin di antara lainnya.
Tasripin biasa berangkat sekolah lebih pagi untuk membersihkan dan merapikan kelas sebelum pembelajaran dimulai. Sementara ia memilih pulang lebih sore untuk membantu menyelesaikan pekerjaan sekolah yang belum tuntas.
Seakan tidak ada waktu sia-sia bagi Tasripin. Saat jam istirahat, ia rajin membaca buku untuk mematangkan pengetahuannya.
“Prestasi akademiknya standar, namun dia sangat rajin dalam berbagai kegiatan positif. Anaknya juga ringan tangan,” katanya.
Namun di sisi lain, Tasripin termasuk siswa yang sering meminta izin keluar saat jam pembelajaran masih berlangsung.
Bukan untuk membolos atau meninggalkan pelajaran, Tasripin izin untuk urusan yang darurat.
Saat matahari tepat di atas kepala, Tasripin biasa izin sebentar meninggalkan kelas untuk menjemput adiknya sepulang sekolah di SD di Dusun Karanggondang Desa Sambirata.
Akses menuju sekolah sejauh sekitar 2 kilometer itu tak mudah karena harus mengarungi hutan belantara yang tak ramah bagi anak-anak belia.
Tasripin memilih mengalah untuk menjemput adik-adiknya demi keselamatan mereka di jalan.
“Kalau pas berangkatnya, adiknya suka tidak diantar karena bareng-bareng sama temannya. Waktu pulang dijemput Tasripin,”katanya
Tasripin juga suka izin sebentar pada gurunya guna masak makanan untuk adik-adiknya di rumah, saat hari beranjak siang.
Ia harus memastikan ketersediaan makanan untuk kecukupan gizi adik-adiknya, meski dengan menu seadanya.
Di luar itu, Tasripin juga sering izin meninggalkan kelas saat ada orang yang ingin menggunakan jasa ojeknya. Maklum, mengojek selama ini jadi mata pencaharian utama Tasripin untuk menafkahi keluarganya.
Berbekal sepeda motor butut, Tasripin selalu siap mengantar warga kemanapun dengan imbalan yang wajar. Sementara order ojek di desa tak mesti ada karena banyak warga yang telah memiliki sepeda motor pribadi. Wajar saja, Tasripin bersemangat mengambil order itu meski harus meninggalkan jam pelajaran sementara waktu.
Meski sering izin meninggalkan kelas, Isrodin tak pernah merasa keberatan pada perilaku siswanya itu. Guru maupun para siswa telah paham betul kondisi keluarga Tasripin yang bertumpuk susah. Karena itu mereka maklum.
“Saat zuhur tiba, Tasripin selalu azan sekaligus jadi imam salat untuk teman-temannya di kelas,” terangnya.
from DETIK INDONESIA http://ift.tt/2powwj2
via IFTTT
0 Comments